PANDANGAN BEHAVIORISME DALAM PENDIDIKAN


Pandangan behaviorisme didasarkan pada hubungan stimulus respon (S-R). Behaviorisme bersumber dari pandangan john locke mengenai jiwa anak yang baru lahir, jiwanya dalam keadaan kosong, seperti meja licin putih bersih yang disebut dengan tabularasa. Dengan demikian, pengaruh dari luar jiwa anak sangatlah menentukan perkembangan jiwa anak dan pengaruh luar tersebut dapat dimanipulasi (ditreatment secara leluasa). Dalam pandangan behaviorisme, belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang dalam berbuat pada situasi tertentu. Perubahan tingkah laku yang dimaksud dalam pandangan behaviorisme adalah tingkah laku yang dapat diamati. Terjadinya perubahan tingkah laku yang dapat diamati sebagai indikasi telah terjadinya belajar. Berpikir dan emosi tidak menjadi perhatian, karena keduanya tidak dapat diamati.
Pandangan behaviorisme menganggap jiwa manusia itu pasif, yang dikuasai oleh stimulus-stimulus atau perangsang-perangsang dari luar yang ada dilingkungansekitar. Oleh karena itu, tingkah laku manusia dapat dimanipulasi, dapat dikontrol, atau dikendalikan. Cara mengendalikan tingkah lau manusia dengan mengontrol perangsang-perangsang yang ada di sekitar/ lingkungan. Tingkah laku manusia mempunyai hukum-hukum seperti yang berlaku dalam hukum-hukum pada gejala alam, umpamanya hukum sebab-akibat. metode-metode kealaman dapat dipakai dala tingkah laku manusia, sehingga sifat hubungannya sangat mekanistis.
Dalam pandangan behaviorisme, diajukan rumus matematis dan tingkah laku TL=fLk, yakni tingkah laku itu merupakan fungsi lingkungan. Artinya tingkah laku itu merupakan fungsi lingkungan. Jika lingkungan itu berubah, maka tingkah laku juga berubah. Jika kita menginginkan tingkah laku tertentu, maka kita dapat mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga membentuk tingkah laku yang diinginkan.
Belajar dalam pandangan behaviorisme memiliki beberapa karakteristik yang selanjutnya disebut ciri-ciri teori belajar behaviorisme antara lain:
a.       Mementingkan pengaruh lingkungan (enviromentalistis)
b.      Mementingkan bagian-bagian (elementaris)
c.       Mementingkan peran reaksi (respon)
d.      Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
e.       Mementingkan hubungan sebab-akibat pada waktu yang lalu
f.       Mementingkan pembentukan kebiasaan
g.      Ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “trial and error” (mencoba dan gagal)
Tokoh-tokoh yang mengembangkan pandangan behaviorisme antara lain: Watson, Torndike, Skiner, dan pavlov
1.      Teori Watson
Menurut Watson, behavior berarti tindakan atau aksi (action) yang dapat dilihat dan diamati dengan cara yang obyektif. Watson merupakan tokoh yang mengembangkan teori belajar hubungan S-R tanpa persyaratan yang disebut kontiguitas. Teori ini tidak mempertimbangkan pengaruh variabel yang menyenangkan atau tidak menyenangkan (reward or punishment). Menurut teori kontiguitas, faktor terbentuknya hubungan S-R cukup keadaan kontigu saja. Bilamana S kontigu (dibuat ada bersama) dengan tingkah laku tertentu, maka akan terbentuklah hubungan dalam urat syaraf.
      Belajar menurut Wetson adalah jika S dan R ada bersamaan dan kontigu, maka hubungannya akan diperkuat. Kekuatan hubungan S dan R tergantung pada frekuensi ulangan adanya S-R. Watson mementingkan hukum ulangan atau hukum latihan dalam belajar. Hukum kedua yang dipertimbangkan watson adalah the law of recency (hukum kebaruan). Artinya respon yanng baru akan diperkuat dengan ulangan hadirnya dari respon yang lebih awal. Dasar kegiatan belajar adalah dengan conditioning. Belajar adalah memindahkan respon lama terhadap stimulli baru.
      Sumbangan wetson terhadap perkembangan psikologi pendidikan antara lain
1.      Mempopulerkan ajaran behaviorisme
2.      Adanya tingkah laku mesti adanya hubungan diotak
3.      Untuk menjelaskan belajar perlu mengerti fungsi otak
4.      Menggerakkan studi dan tingkah laku secara obyektif
5.      Mementingkan faktor lingkungan
6.      Belajar adalah proses membentuk hubungan S-R
2.      Teori Thorndike
Thorndike mengembangkan hukum belajar bahwa belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau puas timbul sebagai akibat anak mendapat pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini disebut reinforcement. Kesuksesan anak dalam belajar akan dapat menimbulkan kepuasan dan kepuasan pada gilirannya akan mendorong kesuksesan selanjutnya.
Teori belajar yang dikemukakan oleh thorndike juga disebut koneksionisme, yang menyatakan bahwa belajar merupakan proses pembentukan antara stimulus dan respon, dalam teori ini terdapat tiga dalil/ hukum, yaitu
1.      Hukum kesiapan (low or readness)
2.      Hukum latihan (low of exercise)
3.      Hukum akibat (law of effect)
Hukum kesiapan menjelaskan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajarnya apabila ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar. Seorang anka yang memiliki kecenderungan bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan ia melakukannya, jika anak itu merasa puas dengan tindakannya, maka ia akan cenderung mengulanginya. Sebaliknya jika ia tidak merasa puas dengan tindakannya, maka ia cennderung menghindari tindakan tersebut.
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan Stimulus-Respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat. Sedangkan semakin jarang hubungan antara Stimulus dan respon, maka semakin lemah hubungan yang terjadi. Karena itu pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya yang tidak membosankan dan kegiatan disajikan dengan cara menarik.
Hukum akibat menyatakan bahwa kepuasan yang lahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya. Guru yang memberikan senyuman pada jawaban anak, akan semakin konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “bagus”, “hebat”, dan semacamnya merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan diriya dalam menguasai konsep. Dalam hukum sebab-akibat ini, jika terdapat asosiasi yang kuat natar pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama diingatan anak. Selain itu banyaknya pengulangan akan menentukan lamanya konsep itu diingat anak. Semakin banyak dilakukan pengulangan, maka konsep akan semakin tertanam secara kkuat dibenak anak.
Thorndike menegaskan bahwa kualitas dann kuantitas hasil belajar bergantung dari kualitas dan kuantitas hubngan S-R. Implikasi dari teori Thorndike dalam proses belajar mengajar adalah:
*      Dalam menjelaskan suatu konsep, guru hendaknya mengambil contoh yang sekiiranya sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
*      Metode pemberan tugas dan latihan (drill dan practice) akan lebih cocok.
*      Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang dan sukar sesuai dengan tingkat kelas dan tingkat sekolah.
3.Teori Skinner
      Skinner merupakan salah satu pengembang teori dalam pandangan behaviorisme yang terkenal denga teori operant conditioning. Menurut skinner tingkah laku tidak hanya respon dari stimulus, tetapi juga suatu tindakan yang disengaja atau disebut juga operant. Operant dipengaruhi oleh apa yang terjadi selanjutnya. Operant conditioning atau operant learning melibatkan pengendalian konsekuensi. Tingkah laku merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. Tingkah laku terletak diantara dua pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya (antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuen) dengan demikian tingkah laku itu dapat diubah dengan mengubah antecedent. Konsekuen, atau keduanya. Menurut Skinner konsekuensi sangat menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tndakan atau tingkah laku pada kesempatan berikutnya.
      Konsekuensi yang timbul dari tingkah laku tertentu dapat menyenangkan atau tidak menyenangkan (reward or punishment) bagi yang bersangkutan. Terdapat dua hal penting dalam pengendalian konsekuensi yaitu reinforcement dan punishment(hukuman).
a.      Reinforcement
Reinforcement merupakan konsekuensi yang memperkuat tingkah laku. Peristiwa yang memperkuat tingkah laku itu bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sedangkan yang menentukan suatu perbuatan itu memberikan reinforcement atau tidak bergantung pada persepsi seseorang terhadap peristiwanya dan arti peristiwa itu baginya. Selanjutnya reinforcement dapat dibedakan menjadi dua yaitu reinforcement positif dan reinforcement negatif.
      Reinforcement positif terjadi apabila suatu stimulus tertentu (biasanya menyenangkan atau reward) ditunjukkan atau diberikan sesudah suatu perbuatan dilakukan. Sedangkan reinforcement negatif terjadi apabila suatu stimulus tertentu (yang tidak menyenangkan) ditolak atau dihindari. Jadi, reinforcement negatif itu memperkuat tingkah laku dengan cara menghindari stimulus yang tidak menyenangkan.
b.      Punishment
Punishment berbeda dengan reinforcement negatif. Reinforcement selalu berupa memperkuat tigkah laku. Sedangkan hukuman mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku. Suatu perbuatan yang diikuti oleh hukuman, kecil kemungkinannya diulangi lagi dalam situasi-situasi serupa pada saat lain. Dlam hal ini hukuman terbagi menjadi dua macam, yaitu presentation punishment dan removal punishment.
Presentation punishment terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan ditunjukkan atau diberikan. Sedangkan removal punishment terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau diberikan.
Secara ringkas pengendalian konsekuensi dapat digambarkan sebagai berikut
Stimulus
Efek
Ditunjukkan
Tingkah laku ditingkatkan
Tingkah laku ditekan
Reinforcement positif
Presentation punishment
dihilangkan
Reinforcement negatif
Removal punishment
Salah satu contoh penerapan reinforcement misalnya, seorang anak belajar hal baru, maka akan lebih cepat jika setiap responnya yang benar diberi reinforcement.
4.Teori Pavlov
      Pavlov mengadaka penelitian atau eksperimen pada anjing dengan memberikan makanan dikaitkan dengan bunyi bel dan lampu. Jika pada anjing ditunjukkan makanan, maka air liurnya akan keluar secara refleks. Makanan sebagai stimulus yang bersifat alami, demikian juga refleknya. Timbulnya reflek saliva karena melihat makanan itu disebut sebagai refleks sekresi psikis dan fisiologis inilah sebagai dasar teori belajar dengan kondisi (bersyarat) atau conditioning. Selanjutnya teori pavlov berkembang dengan teori reflek bersyarat.
 Prinsip-prinsip teori reflek bersyarat dapat diterapkan pada hewan atau manusia antara lain:
1.      Untuk membentuk atau mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yanng baik pada anak-anak, antara lain kebiasann pembersihan, kerapian, kesehatan, kejujuran.
2.      Untuk melatih tingkah laku tertentu pada hewan, misalnya keterampilan dalam sirkus.
3.      Untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan buruk dan mengurangi rasa takut pada anak-anak, misalnya anak yang biasanya bangun pagi terlambat dapat dibiasakan bangun lebih pagi
4.      Untuk membentuk sikap-sikap baik terhadap aktifitas belajar pada siswa
5.      Untuk psikoterapi antara lain menghilangkan rasa malu, agresif dan tamak. Jadi dengan model kesperimen refleks bersyarat dapat dipakai dalam pembenukan tigkah laku yang diinginkan dengan pemberian hadiah atau hukuman.

IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN
Dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behaviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar atau pelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Metode behaviorisme ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti : Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL LATIHAN MOMEN INERSIA

Tugas Dinamika Rotasi Part 2

SOAL APLIKASI TORSI