Menulis Pengalaman Pribadi
RINDUKU PADA
SUMBA
Oleh:
Agus
Widayoko
Bukan
acara “Selebriti on Vacation” ataupun
“Ethnic Runaway” yang mengisahkan
perjalanan singkat selebriti yang berkunjung di daerah terpencil, tapi ini tentang
cerita singkat bagaimana menjadi pengajar muda di daerah yang tidak hanya
terpencil namun daerah berlabel 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Menjadi
pengajar muda di daerah 3T adalah pengalaman yang luar biasa dan tidak akan
terlupakan seumur hidup. Tidak hanya sehari atau dua hari namun setahun. Selama
setahun yang luar biasa di tempat yang luar biasa untuk belajar menjadi manusia
luar biasa. Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal
(SM-3T) program inilah yang membuat saya sangat jatuh cinta dengan yang namanya
INDONESIA.
Desa
Pulupanjang, Kecamatan Nggaha Ori Angu, Kabupaten Sumba Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur, tempat menakjubkan dengan segala keterbatasannya. Daerah
Indonesia yang iklimnya dipengaruhi iklim Australia dengan musim hujan sekitar
3 bulan dan musim kemarau 9 bulan. Tempat selama setahun penuh saya mengabdikan
diri di SMPN Satap Pulupanjang. Desa ini tidak begitu jauh dari Ibu Kota
Kabupaten Sumba Timur, yaitu Waingapu. Waktu tempuhnya hanya sekitar 6 jam saja
jika tidak ada kendala. Jangan bayangkan yang menjadi kendala adalah kemacetan lalu
lintas namun kondisi jalan yang ekstrim, longsor, ataupun kerusakan alat
transportasi yang saya naiki yaitu oto truk.
Oto Truk adalah
truk yang di sulap untuk mengangkut penumpang sekaligus barang-barang, tidak
hanya barang-barang, hewan-pun masuk. Bak truk di beri kayu yang dipasang untuk
tempat duduk dan dibagian atas diberi atap untuk penghalang panas dan hujan.
Ada 5 saf kayu yang digunakan untuk tempat duduk, sisanya bagian belakang untuk
tempat binatang. Setiap saf kayu bisa diduduki 6 orang dengan barang-barang
dibagian bawahnya. Di bagian belakang di isi dengan berbagai binatang seperti
babi, kuda, kerbau, sapi, dan berbagai ternak lainnya. Jika di total jumlah penumpang
normal minimum yaitu 30 penumpang dan 3 ekor kuda dibagian belakang. Namun,
sensasi luar biasa saat menaiki satu oto truk berisi 70-an penumpang, 9 ekor
babi, 1 kuda, dan barang-barang lainnya. Hal ini mungkin mustahil, tapi ini
benar adanya. Ditambah dengan medan kanan-kiri jurang, jalan berbatu dan rusak
semakin menambah sensasi. Maklum saja, hanya ada satu oto menuju tempat
pengabdian dan itupun beroperasi selama 2 minggu sekali.
Banyak
sekali pengalaman yang luar biasa di tempat ini. Bagaimana hidup bermasyarakat
dengan adat yang berbeda, bahasa yang berbeda dan bagaimana bertahan hidup
tanpa listrik, sinyal, dan air adalah pengalaman yang menyenangkan menurut
saya. Menikmati indahnya malam tanpa lampu, ratusan atau bahkan ribuan
kunang-kunang, bintang yang bertebaran di langit tanpa takut kalah terang
dengan cahaya lampu merupakan gambaran bagaimana listrik tidak menguasai tempat
ini. Memaknai bagaimana sinyal begitu berharga, karena untuk mendapatkan sinyal
harus naik bukit dan berjalan sejauh 3 km. Dan yang paling luar biasa adalah bagaimana caranya
menghemat air, mandi biasanya 2-3 kali sehari bisa menjadi 3 hari sekali sudah
sangat cukup. Hal yang paling menyenangkan adalah saat turun hujan, karena saat
hujan bisa mandi hujan sepuasnya meskipun setelah mandi kulit terasa lengket. Betah
atau tidak, mau atau tidak mau yang pasti setahun harus dijalani. Bagaimana
cara bersyukur, adalah kunci bertahan hidup di tempat seperti ini.
Gambaran
siswa mengenai sekolah adalah yang penting berangkat sekolah. Ada ataupun tidak
ada guru yang penting sekolah. Semangat belajar siswa yang luar biasa inilah
yang membuat betah di tempat ini. Mengajar berbagai mata pelajaran, jam
tambahan waktu malam hari dengan lampu minyak, semuanya hanya untuk mereka.
Banyak cerita yang membuat saya menangis waktu dikelas, bukan karena di Bully atau kenakalan mereka, namun
karena terharu. Setingkat kelas 7 SMP membaca saja belum lancar, perkalian
tidak hafal, jangankan memikirkan bahasa inggris, bahasa Indonesia saja mereka
masih bingung. Pernah saya bertanya “nama kamu siapa?”, beberapa anak saja
bingung menjawab. Namun setelah guru asli bertanya “siapa kau punya nama?”
barulah dia menjawab namanya. Pernah juga, suatu saat saya mengajar matematika
materi himpunan, saya meminta siswa menyebutkan nama buah-buahan mereka
menyebutkan mangga, kelapa, pisang, “jagung”,
kemudian saya menyebutkan apel, anggur, semangka, melon dan mereka tidak
mengetahui buah-buahan itu. Wow, ini Indonesia. Apel saja mereka tidak tahu.
Banyak sekali cerita mengharukan mengenai anak-anak di tempat mengabdi.
Ekspresi kagum saat melihat video di laptop, bunyi handphone, bahkan saat
diambil foto, semua orang harus tahu ekspresi itu. Ekspresi polos yang selalu
kurindukan dan tentunya tidak kudapat di Jawa.
Pak Guru 3T
atau terkadang pak Guru Oja (orang Jawa) adalah panggilan spesial dari
anak-anak dan warga disana. Disana saya bisa menjadi apapun. Menjadi dokter
salah satunya. Disana guru dianggap harus bisa segalanya. Dan mereka tidak mau
tahu bahwa tugas guru hanya mengajar dan mendidik. Jika ada warga atau
anak-anak yang sakit mereka pasti datang dan berkonsultasi masalah kesehatan
serta meminta obat. Dan beruntungnya mereka tidak menganggap saya bidan ataupun
dukun bayi. Tidak sanggup kubayangkan kalau mereka menganggap saya bidan dan
harus menangani orang melahirkan. Setiap kegiatan apapun guru adalah orang
penting dan pasti dirindukan kedatangannya.
. . . .
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor
kuda yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
Sementara langit bagai kain tenunan tangan,
gelap coklat tua dan bola api merah padam membenam di ufuk teduh.
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang
terbuka.
Dimana matahari bagai bola api, cuaca kering
dan ternak melenguh.
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor
kuda yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh.
. . . .
Potongan
puisi karya Taufiq Ismail.
Sumba adalah
salah satu dari ratusan daerah di Indonesia yang membutuhkan sentuhan kita.
Mungkin hanya setahun disana, tapi membuat jatuh hati, ketertinggalan mereka
adalah tanggung jawab kita semua. Sangat menyayangkan jika ada anak daerah yang
tidak belajar dengan baik padahal sudah mendapat kesempatan belajar di tempat
yang baik. Pikirkanlah kontribusi apa yang sudah dan akan kamu berikan untuk
memajukan daerahmu?. Banggalah kamu menjadi Batak, menjadi Jawa, menjadi Sunda,
menjadi Madura, menjadi Minang, menjadi Papua, dan banggalah menjadi Indonesia.
Dan selalu bersyukurlah.
Bersyukurlah kamu tidak perlu angkat air untuk mandi, bersyukurlah
kamu bisa merasakan nikmatnya buah apel sepuasnya, bersyukurlah kamu bisa
belajar di kelas yang nyaman, bersyukurlah kamu bisa membaca buku
sebanyak-banyaknya, bersyukurlah kamu bisa menggunakan HP dengan baik,
bersyukurlah kamu bisa menikmati listrik, air, dan sinyal dengan lancar, bersyukurlah
kamu dilahirkan di tempat yang mudah mencari dokter, bersyukurlah kamu menjadi putra daerahmu, bersyukurlah
kamu dan selalu beryukurlah akan semua nikmat yang telah diberikan Sang
Pencipta kepadamu.
Memang kita hidup di kota sudah terlalu dimanjakan dengan kemudahan.. semoga Sumba timur semakin baik ke depannya
BalasHapusTulisannya keren dah suka ngefans dengan kata3 nya terus semangat berkarya pak
Terimakasih. Semoga bermanfaat. Dan Menginspirasi anda buat bikin tulisan.
HapusPengajar muda di luar zona nyaman akan meninggalkan berjuta pengalaman semangat berjuang selalu pak
BalasHapusTerimakasih banyak semoga termotivasi. Sebarkan kebaikan terus...
Hapus