Metakognisi


Metakognisi berasal dari bahasa inggris dinyatakan dengan metacognition, berasal dari dua kata yang dirangkai yaitu meta dan kognisi atau cognition. Istilah “meta” berasal dari bahasa yunani yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent, yang merupakan suatu prefik yang digunakan untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep. Sedangkan cognition berasal dari bahasa latin yaitu cognoscere, yang berarti mengetahui (to know) dan mengenal (to recognize). Kognisi disebut juga gejala-gejala pengenalan, merupakan “the act or proses of knowing including both awareness and judgement”, sedangkan kemampuan metakognisi mencakup aspek kognisi (Kuntodjojo, 2009: 1).
Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976 (Malone, 2007: 7). Flavell mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan tentang objek-objek kognitif, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kognisi. Dikalangan para ahli psikologi timbul perdebatan pada pendefinisian dari istilah metakognisi. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama di dalam berbagai bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya. Flavell (Iwai, 2011: 151) mengartikan metakognitif sebagai “one’s knowledge concerning one’s own cognitive process and outcomes or anything related to them”. Metakognitif adalah pengetahuan seseorang mengenai proses berpikir dan hasil berpikirnya atau apapun yang berkaitan dengan proses dan hasil berpikir tesebut.
Schneider (2010: 55) juga mengungkapkan bahwa metakognitif adalah pengetahuan seseorang “of their own information-processing skills, as well as to knowledge about the nature of cognitive tasks, and about strategies for coping with such tasks.” Metakognitif adalah pengetahuan seseorang terhadap kemampuan mereka sendiri dalam mengolah informasi, maupun pengetahuan tentang tugas-tugas berpikir, dan tentang strategi untuk menyalin tugas-tugas yang serupa.
Brown (Zohar, 1999: 414) mengungkapkan bahwa “metacognition refers to understanding of knowledge, an understanding that can be reflected in either effective use or overt description of the knowledge in question.” Metakognitif mengarah pada pemahaman tentang pengetahuan, suatu pemahaman yang dapat direfleksikan dari penggunaan efektif atau deskripsi pengetahuan yang jelas pada pertanyaan. Artinya, metakognitif pada dasarnya berkaitan dengan pemahaman seseorang tentang pengetahuan yang dimilikinya. Pemahaman tersebut diperoleh atas dasar refleksi yang dilakukan oleh dirinya sendiri berkaitan dengan penggunaan strategi yang efektif atau deskripsi yang jelas dari strategi-strategi yang digunakan dalam menjawab suatu pertanyaan atau soal.
Metakognisi dapat dikatakan berpikir tentang pemikiran. Beberapa perspektif menekankan pengetahuan individual tentang kognisi dan pengguanan strategi. Definisi lainnya, menekankan pada pengetahuan dan pengaturan kognisi (Brown, 1987; Son  Schwart, 2003). Metakognisi adalah kesadaran dan pengetahuan akan kontrol proses-proses kognitif yang berupa attention, perception, rehearsal, encoding dan retrival (Hiptiew, 2009:68). Hal ini sejalan dengan teori pemrosesan informasi dimana metakognisi merupakan komponen terakhir dari teori pemrosesan informasi yang diawali dengan komponen penyimpanan informasi, proses-proses kognitif, dan metakognisi.
Pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum serta pengetahuan tentang kognisi diri sendiri (Anderson dan Krathwohl, 2010:82). Menurut Livingstone (1997) definisi-definisi tentang metakognisi meliputi komponen-komponen pengetahuan dan strategi-strategi. Pengetahuan dianggap metakognisi jika itu digunakan secara aktif dengan cara strategi untuk meyakinkan bahwa tujuan umum terpenuhi.
Menurut (Pressley & McCormick, 1995, p.2), terdapat dua komponen utama metakognisi yaitu: 1) Pengetahuan dan kesadaran akan pemikirannya (Self-regulation), dan 2) Pengetahuan akan kapan dan dimana harus menggunakan strategi yang diperolehnya (Metacognitive knowledge). Pengetahuan tentang pemikiran seseorang mencakup informasi tentang kapasitas dan keterbatasan dirinya sendiri dan kesadaran akan kesulitan selama belajar sehingga dapat dilakukan perbaikan. Misalnya, siswa terkadang tidak menyadari bahwa suatu materi sulit karena mereka tidak memiliki banyak pengetahuan pendukung. Pengetahuan-pengetahuan pendukung yang dimiliki siswa akan digunakan disaat yang tepat.
Strategi pembelajaran metakognisi adalah kemampuan mengembangkan pengetahuan dasar siswa untuk merancang sebuah strategi pembelajaran dengan merencanakan berbagai langkah untuk memecahkan masalah, melakukan refleksi dan mengevaluasi hasil serta memodifikasi berbagai cara belajar yang dibutuhkan oleh siswa untuk mencapai pengetahuan baru yang lebih kompleks (Scanlon, 2010:1).

Tabel 1.1 Strategi Pembelajaran Metakognisi
Tahapan Metakognisi
Aktivitas Metakognisi
Goal-Setting and planning
Mengidentifikasi tujuan
Memilih tujuan
Merencankan pencapaian tujuan (Memahami dan mengajarkan masing-masing sub proses)
Knowledge construction or draft and try out
Knolwedge equation/verification
Struktur pengetahuan dan intergerasi


Monitor and revise
Menilai pemahaman
Mengidentifikasi miskonsepsi dan representasi yang belum lengkap
Memperbaiki miskonsepsi dan representasi yang belum lengkap
Menilai kemajuan terhadap pencapaian tujuan

Help and seeking or evaluate and reflect
Mengidentifikasi kebuntuan atau kesulitan
Menanyakan kepada ahli untuk mendapatkan masukan yang spesifik
Meminta bantuan kepada ahli
                                                                                                (Segedy dkk, 2011)
Tahapan Goal-setting and planning dilakukan ketika siswa menganalisis permasalahan, membandingkan masalah yang dipecahkan dengan masalah yang pernah ditemukan sebelumnya, dan mengidentifikasi strategi pemecahan masalah yang akan digunakan. Tahapan knowledge construction or draft and try out merupakan upaya-upaya untuk memecahkan masalah. Tahapan monitor and revise membuat pemeriksaan awal mengenai ketercapaian tujuan pembelajaran dan strategi yang digunakan efektif. Terakhir tahapan help and seeking or evaluate and reflect memeriksa kecukupan solusi pemecahan dan efektivitas penggunaan strategi untuk mencapai solusi.
Secara sederhana, metakognisi adalah pengetahuan tentang proses kognisi. Lebih rinci, metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kendali atas proses kognisi. Metakognisi mempunyai peranan sebagai suatu bentuk representasi kognisi yang didasarkan pada proses memonitor dan mengontrol berdasarkan representasi kognisi. Secara umum metakognisi dapat disimpulkan sebagai kemampuan seseorang dalam belajar, yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri dari tiga tahapan yaitu perencanaan mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana, kapan mempelajari, pemantauan terhadap proses belajar yang sedang ia lakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, dan hasil dari proses tersebut. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan pada uraian di atas dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian metakognisi sebagai berikut: 1) Metakognisi merupakan kemampuan jiwa yang termasuk dalam kelompok kognisi , 2) Metakognisi merupakan kemampuan untuk menyadari, mengetahui proses kognisi yang terjadi pada diri sendiri, 3) Metakognisi merupakan kemampuan untuk mengarahkan proses kognisi yang terjadi pada diri sendiri, 4) Metakognisi merupakan kemampuan untuk belajar bagaimana mestinya belajar dilakukan yang meliputi proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi, 5) Metakognisi merupakan aktivitas berpikir tingkat tinggi, dikatakan demikian karena aktivitas ini mampu mengontrol proses berpikir yang sedang berlangsung pada diri sendiri.

Sumber:
Anderson, L.W & Krathwohl, D.R. (Eds). 2010. Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran dan        
          Assesmen. Terjemahan oleh Agung Prihantoro. Yogyakarta: pustaka Pelajar
Hitipeuw, I. 2009. Belajar dan pembelajaran. Malang : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri 
          Malang
Iwai, Y. (2011). The effects of metacognitive reading strategies: Pedagogical implications for efl/esl 
          teachers [Versi electronik]. The Reading Matrix, 11, 2, 150-159.
Kuntodjojo. 2009. Metakognisi dan Keberhasian Belajar Peserta Didik. 
          http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/12/metakognisi-dan-keberhasilan-belajar-peserta-didik/.
Livingstone, J.A. 1997. Metacognition. An overview state univ of new york at buffalo (online), 
          http://www gse. Buffalo. Edu/fas/shuell/cep 564/ metacog. Htm diakses tanggal 21 november 
          2016 jam 14.00
O’Neil, H. F., Jr., & Brown,  R. S. (1997). Item format and  self-regulation. Investigating the link  
          between form  and process in  performance assessment.Manuscript in preparation, University 
          of  Southern California/CRESST (HON), University of California, Los Angeles/CRESST 
          (RSB).
Pressley, M., & McCormick, C. B. (1995). Advanced educational psychology: for educators, 
          researchers, and policymakers. New York: Harper Collins College Publishers.
Scanlon, D. 2010. Metacognition process. American Institute for research, 4 : 1-4.
Schneider, W. (2010). Metacognition, strategy use, & instruction. Dalam H. S. Waters & W. Schneider (Eds.), Metacognition and Memory Development in Childhood and Adolescence (pp. 54-
          81). New York, NY: the Guilford Press.
Segedy, J. R., Kinnebrew, J. S., dan Biswas, G. 2011. Modelling Learner’s Cognitive and 
          Metacognitive Strategies in an open-ended learning environment. In AAAI fall symposium on 
          advance in cognitive system. Arlington, VA.
Zohar, A. (1999). Teachers’ metacognitive knowledge and the instruction of higher order thinking 
          [Versi electronik]. Teaching and Teacher Education, 15, 413-429.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SOAL LATIHAN MOMEN INERSIA

Tugas Dinamika Rotasi Part 2

SOAL APLIKASI TORSI